Regulasi Jadi Penghambat, Inisiatif Energi Terbarukan Bobibos Belum Diproduksi Massal

oleh -229 Dilihat
banner 468x60

PALAPANEWS.ASIA, JAKARTA –

Inisiatif pemuda Indonesia menghadirkan sumber energi terbarukan bernama Bobibos, yang diluncurkan pada November 2025, belum dapat berlanjut ke tahap produksi massal. Bobibos dikembangkan sebagai bahan bakar ramah lingkungan berbasis limbah jerami padi, dengan harapan dapat menjadi alternatif energi murah bagi masyarakat sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

banner 336x280

Gagasan pemanfaatan jerami padi—limbah pertanian yang melimpah di Indonesia—dipandang sebagai terobosan penting dalam upaya transisi energi. Jika direalisasikan, bahan bakar ini berpotensi menekan biaya energi rumah tangga dan usaha kecil, sekaligus memberi nilai tambah pada sektor pertanian.

Namun, hingga kini pengembangan Bobibos masih menghadapi kendala regulasi. Kebijakan transisi energi nasional saat ini baru mengatur bioenergi yang bersumber dari sawit, aren, dan tebu. Sementara itu, bahan baku jerami belum termasuk dalam kerangka regulasi yang ada.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Dr. H. Mulyadi, mengatakan bahwa ketiadaan payung hukum menjadi faktor utama terhambatnya pengembangan Bobibos.

“Produk berbasis jerami saat ini belum diatur dalam regulasi bioenergi nasional, sehingga masih menunggu kebijakan baru agar dapat diimplementasikan,” ujarnya kepada redaksi.

Keprihatinan serupa disampaikan Bendahara Umum Pasukan 08, Nurita Hayatin, saat ditemui di Jakarta. Ia menilai pemerintah dan DPR RI perlu lebih responsif terhadap inovasi energi terbarukan yang lahir dari dalam negeri. Menurutnya, kemunculan bahan bakar alternatif berbasis jerami seharusnya menjadi perhatian serius, khususnya bagi DPR RI Komisi VII yang membidangi energi.

“Regulasi semestinya dapat disusun lebih cepat jika ada kemauan politik yang kuat. Ini bukan sekadar soal teknologi, melainkan keberpihakan pada kepentingan rakyat, terutama dalam menghadirkan bahan bakar yang lebih terjangkau,” ujar Nurita.

Ia juga mendorong agar pemerintah pusat, termasuk Presiden, melakukan kajian mendalam dan membuka ruang sinergi agar Bobibos dapat diproduksi secara massal di dalam negeri.

Menurut Nurita, keterlambatan respons berisiko mematikan semangat inovasi generasi muda. “Jangan sampai karya anak bangsa justru tidak mendapat tempat di negerinya sendiri,” katanya.

Hingga saat ini, redaksi mencatat belum adanya tindak lanjut konkret dari DPR RI maupun kementerian terkait untuk menyesuaikan regulasi. Kondisi tersebut membuat pengelola Bobibos menunda produksi dan distribusi massal, meskipun teknologi dinilai telah siap digunakan.

Di sisi lain, peluang justru datang dari luar negeri. Timor Leste dikabarkan menyatakan kesiapan membuka kerja sama produksi Bobibos, termasuk menyediakan regulasi untuk energi terbarukan berbasis jerami. Perkembangan ini memunculkan keprihatinan di kalangan masyarakat, mengingat inovasi yang lahir di Indonesia berpotensi dikembangkan lebih dulu di negara lain.

Situasi ini kembali memunculkan pertanyaan lama: sejauh mana negara memberi ruang dan perlindungan bagi inovasi energi karya anak bangsa. Jawabannya, pada akhirnya, bergantung pada keberpihakan kebijakan dan kesungguhan semua pihak dalam mendorong transisi energi yang adil dan berkelanjutan.

>>> CATATAN REDAKSI <<<

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: palapamediaonline@gmail.com.
Terima kasih.
____________________

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *