Majelis GAZA dan Peta Jalan 2026–2029: Membaca Krisis Lewat Ribuan Mimpi

oleh -210 Dilihat
banner 468x60

PALAPANEWS.ASIA, JAKARTA —

Seminar Blueprint & Roadmap Langit 2026–2029 yang digelar Majelis Gerakan Akhir Zaman (GAZA) berlangsung padat di Asrama Haji Pondok Gede, Rabu. Ruangan penuh sejak pagi, menampilkan campuran peserta: akademisi, aktivis keagamaan, dan sejumlah pemerhati geopolitik yang penasaran dengan cara baca GAZA terhadap dinamika dunia.

banner 336x280

Ketua GAZA, Diki, membuka forum dengan penjelasan mengenai metodologi yang mereka gunakan. Selama beberapa tahun, jaringan GAZA menghimpun ribuan mubasyirat—mimpi yang diyakini membawa pesan simbolik—dan mengolahnya berdampingan dengan data sosial, politik, dan ekonomi. “Kami melihat pola,” kata Diki, menegaskan bahwa temuan mereka bukan ramalan, melainkan pembacaan tren.

Paparan dimulai dari 2026, tahun yang disebut sebagai fase “kesadaran dan konsolidasi”. GAZA melihat tekanan ekonomi global sebagai pemicu lahirnya inisiatif kemandirian komunitas, mulai dari lumbung pangan kecil hingga energi terbarukan. Indonesia diproyeksikan berada pada posisi diplomatik yang rumit, aktif menengahi konflik regional namun tertekan untuk berpihak pada blok global tertentu.

Tahun berikutnya, 2027, disebut sebagai fase “ujian dan gejolak”. Seminar menyoroti kemungkinan ujian integritas pemimpin nasional, gejolak ekonomi yang menekan nilai tukar, serta potensi bencana atau krisis kesehatan yang menguji kapasitas pemerintah. Di level internasional, ketegangan di Timur Tengah dan Asia Selatan diprediksi mencapai titik genting, dengan pembentukan blok-blok geopolitik yang semakin keras.

Pada 2028, GAZA memaparkan fase “peralihan dan konflik besar”. Tahun itu, menurut mereka, politik domestik akan dipenuhi isu identitas dan perebutan orientasi kemandirian bangsa. Krisis energi, pangan, dan ekonomi dapat memicu demonstrasi terbatas. Sementara itu, berbagai titik rawan—dari Kashmir hingga Laut Cina Selatan—diperkirakan berpotensi memicu konflik regional meluas.

Proyeksi 2029 digambarkan sebagai fase “penentuan dan kebangkitan awal”. Indonesia dipandang berpeluang mengalami koreksi politik besar, dengan lahirnya kepemimpinan yang lebih berfokus pada kemandirian nasional. Di kawasan, Indonesia, Malaysia, Pakistan, dan Bangladesh diproyeksikan dapat membentuk poros baru dunia Islam sebagai respons terhadap perubahan geopolitik.

GAZA memaparkan bahwa dunia pascakonflik besar kemungkinan bergerak menuju tatanan global baru yang lebih multipolar. Krisis finansial internasional dan pergeseran pusat kekuatan disebut dapat membuka peluang kebangkitan spiritual dan politik umat Islam, sekaligus menyiapkan masyarakat menghadapi fase berikutnya dari rangkaian gejolak global.

Menutup sesi, Diki menyebut peta jalan empat tahun itu sebagai seruan kesiapsiagaan. “Spiritualitas harus menjadi kompas di tengah perubahan besar,” ujarnya, sebelum peserta kembali terlibat dalam diskusi panel yang mencoba menghubungkan narasi mimpi, data geopolitik, dan arah perjalanan Indonesia.

(Solihin)

>>> CATATAN REDAKSI <<<

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: palapamediaonline@gmail.com.
Terima kasih.
____________________

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *