Palapanews.Asia, Jakarta – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menegaskan bahwa seluruh peralatan makan dan perlengkapan dapur yang digunakan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) wajib memenuhi ketentuan halal dan thayyib. Ketentuan ini juga mencakup keharusan mencantumkan logo halal resmi sebagai syarat sertifikasi dapur penyelenggara program.
Penegasan tersebut disampaikan dalam konferensi pers bertajuk “Penguatan Standar Halal Program MBG” yang digelar di Hotel Sofyan Menteng, Jakarta (20/10). Acara ini dihadiri oleh Komisi Fatwa MUI, LPPOM MUI DKI Jakarta, Asosiasi Pesantren NU DKI, GAPEMBI (Gabungan Pengusaha Makanan Bergizi Indonesia), serta APMAKI (Asosiasi Pengusaha Wadah Makan Indonesia).
Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Dr. KH. Aminudin Yakub, mengatakan bahwa kewajiban sertifikasi halal tidak hanya berlaku bagi makanan dan minuman, tetapi juga bagi alat saji seperti food tray yang bersentuhan langsung dengan makanan.
“Kehalalan bukan hanya pada makanannya, tapi juga alat yang bersentuhan dengan makanan. Food tray yang digunakan di dapur MBG wajib bersertifikat halal dan mencantumkan logo halal resmi,” ujarnya.
Ia menambahkan, ketentuan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan PP Nomor 42 Tahun 2024, yang menetapkan MUI sebagai lembaga penetap fatwa halal.
Sementara itu, Direktur LPPOM MUI DKI Jakarta, drg. H. Deden Edi Soetrisna, MM, menegaskan bahwa seluruh produk makanan dan barang gunaan harus sudah bersertifikat halal paling lambat pada Oktober 2026.
“Setelah masa transisi berakhir, tidak ada lagi toleransi bagi produk atau alat yang belum tersertifikasi. Mulai 2026 semua wajib halal, tidak hanya makanan dan minuman, tapi juga alat makan dan peralatan dapur,” ujarnya.
Kewajiban tersebut, lanjut Deden, merupakan bentuk perlindungan hukum dan jaminan bagi konsumen Muslim di Indonesia.
Dari pihak pelaku usaha, Ketua GAPENLI, H. Alfian, menyampaikan bahwa para penyedia dapur MBG telah mulai mengurus sertifikasi halal dan izin sanitasi sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami sudah mulai antre sertifikasi halal. Kami ingin memastikan semua produk dan alat yang kami gunakan benar-benar sesuai syariat,” tuturnya.
H. Alfian juga menyoroti maraknya peredaran food tray impor tanpa logo halal resmi, bahkan ada yang diduga menggunakan label halal palsu. GAPENLI pun meminta MUI dan pemerintah memperkuat pengawasan terhadap produk impor tersebut.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal ATMAKI, Ardi Susanto, SH., M.Ikom., MH., menambahkan bahwa industri dalam negeri sebenarnya sudah mampu memproduksi food tray halal berkualitas.
“Kita tidak perlu bergantung pada produk impor, karena industri lokal kita sudah mampu menghasilkan peralatan makan halal yang sesuai standar,” katanya.
Dengan ketentuan ini, pemerintah dan MUI berharap seluruh pelaku industri makanan dan penyelenggara dapur publik segera menyesuaikan diri agar pada 2026 mendatang, seluruh produk dan perlengkapan dapur di Indonesia sudah memiliki sert ifikasi halal resmi.













